Muncul kritik dari warga Pandeglang mengenai dugaan konspirasi dan gratifikasi dalam proyek pembangunan dan rehabilitasi Rumah Potong Hewan (RPH) oleh Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten.
Salah seorang warga inisial IP, yang mengaku paham tentang bangunan menyatakan bahwa pelaksanaan proyek ini terkesan tidak profesional dan mengabaikan kualitas serta mutu bangunan.
“Saya sudah puluhan tahun menjadi konsultan pelaksana dan baru kali ini melihat kondisi pelaksanaan bangunan yang tidak profesional,” ujarnya kepada media.
IP juga menambahkan bahwa perencanaan yang buruk ini berpotensi menyebabkan pemborosan anggaran daerah. Sebagai contoh, ia menyebutkan proyek di UPT RPH Kelurahan Kadomas, Pandeglang, di mana pelaksana mengganti pagar besi pembatas hewan yang masih kokoh dengan yang baru.
“Ini adalah bentuk pemborosan yang tidak perlu,” tambahnya.
Di tempat yang sama, seorang wakil pihak pelaksana yang enggan disebutkan namanya HN mengakui bahwa tidak ada konsultan yang terlibat dalam proyek ini.
“Kami baru bekerja beberapa hari dan tidak tahu aturan pelaksanaan yang sebenarnya. Yang penting bagi kami adalah bekerja sesuai dengan aturan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3),” ungkapnya.
Aktivis berinisial S juga menyoroti beberapa kejanggalan dalam pelaksanaan proyek ini.
Menurutnya, timnya menemukan bahwa konsultan pelaksana tidak melaksanakan tugas secara profesional karena tidak hadir di lokasi perbaikan.
Ia juga menduga adanya konspirasi dan gratifikasi antara perusahaan dan oknum pejabat di Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Pandeglang.
“Kami menduga ada praktek monopoli lelang atau penunjukan langsung perusahaan pelaksana rehabilitasi RPH,” katanya.
Aktivis Pandeglang berencana untuk segera mengadakan audiensi dengan pihak Dinas terkait.
Mereka berharap dapat difasilitasi untuk bertemu dengan pihak perusahaan guna mengungkap ketimpangan aturan yang melibatkan oknum pemerintah daerah dengan pengusaha.
“Kami akan memastikan transparansi dalam pelaksanaan proyek ini,” tegasnya.
Dengan demikian, desakan warga dan aktivis untuk penyelidikan lebih lanjut terhadap dugaan gratifikasi dalam proyek ini semakin kuat.
Mereka menuntut kejelasan dan transparansi dari pihak Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan serta pelaksana proyek.
“Kami tidak akan berhenti sampai ada kejelasan,” pungkas salah satu aktivis.(*)