Pandeglang – Iding Gunadi Turtusi, seorang pemuda asli Banten, bersama Rio Wijayakusumah yang didampingi sejumlah praktisi hukum, secara resmi melaporkan berbagai temuan pelanggaran pemilu ke Bawaslu Pandeglang. Temuan ini berhasil dihimpun sejak memasuki masa tenang kemarin, menunjukkan adanya indikasi kuat praktik politik uang (money politics) yang melibatkan oknum ASN birokrasi di berbagai level, mulai dari Kepala Dinas, Camat, Kepala dan Perangkat Desa, hingga kader serta RT/RW. Rabu, 27 November 2024.
“Kami menerima laporan dari masyarakat bahwa oknum-oknum ini diduga membagikan sejumlah uang dan stiker dari pasangan calon gubernur dan wakil gubernur serta pasangan calon bupati dan wakil bupati tertentu. Praktik ini tidak hanya mencederai integritas pemilu, tetapi juga menghina kecerdasan politik masyarakat Pandeglang,” tegas Iding Gunadi Turtusi.
Rio Wijayakusumah menambahkan bahwa penggunaan instrumen birokrasi untuk kepentingan politik praktis adalah bentuk subordinasi institusi negara terhadap oligarki politik. “Ini adalah tanda nyata dari krisis demokrasi elektoral kita. Netralitas ASN sebagai pilar demokrasi seharusnya dijaga, bukan dikhianati demi kepentingan pragmatis,” ujar Rio.
Sebagai bagian dari laporan tersebut, Iding dan Rio juga menyerahkan barang bukti kepada Bawaslu Pandeglang. Barang bukti yang diserahkan meliputi:
- Rekaman video yang menunjukkan proses pembagian uang dan stiker kepada masyarakat.
- Sejumlah uang yang telah diterima oleh masyarakat, kemudian dikembalikan untuk mendukung laporan ini.
- Stiker pasangan calon yang juga diserahkan oleh masyarakat sebagai bentuk penolakan terhadap praktik politik uang.
“Barang bukti ini memperkuat laporan kami dan menjadi ujian bagi Bawaslu serta Gakkumdu untuk bertindak tegas terhadap pelanggaran yang terstruktur, sistematis, dan masif. Jika Bawaslu kali ini gagal bertindak tegas, maka institusi ini akan kehilangan legitimasi di mata publik. Kami siap membawa kasus ini hingga ke Mahkamah Konstitusi jika tidak tuntas di tahap Bawaslu,” ungkap Iding.
Mereka juga menyerukan kepada masyarakat untuk tidak terjebak dalam logika transaksional yang merusak demokrasi. “Demokrasi tidak boleh sekadar menjadi seremoni prosedural lima tahunan. Demokrasi harus menjadi alat pembebasan, bukan alat kooptasi oleh kekuatan modal dan kuasa,” ujar Rio mengutip filsafat demokrasi substantif.
Iding dan Rio berharap laporan ini menjadi momentum bagi Bawaslu dan Gakkumdu untuk menunjukkan komitmen dalam menjaga marwah demokrasi. “Kegagalan untuk bertindak akan menjadi preseden buruk bagi keberlanjutan demokrasi di Pandeglang dan Banten,” pungkas Iding.